Selasa, 28 Februari 2017

Satelit Indonesia akan Mengangkasa di Orbit Milik Rusia

Jakarta - Perusahaan satelit Universal Satellite Indonesia (Unisat) akan meluncurkan satelit komunikasi pada tahun 2020. Kepastian rencana peluncuran itu setelah dilakukan penandatangan kerjasama antara Unisat dengan Intersputnik.

Satelit milik Unisat akan mengisi slot orbit 103 Bujur Timur (BT) yang sebelumnya dimiliki oleh Intersputnik, perusahaan asal Rusia. Sehingga, kerjasama ini merupakan pemanfaatan slot orbit yang dipunyai Intersputnik, yang berada di atas wilayah Indonesia.

President Director Unisat, Widodo Mardijono, mengatakan kebutuhan layanan jasa transmisi satelit di Tanah Air terus meningkat. Sedangkan yang dapat dipenuhi pasokannya baru sekitar 50% oleh penyedia jasa transmisi dalam negeri. Selebihnya dipasok oleh asing.

"Posisi satelit nantinya ditempatkan di slot orbit 103 BT karena posisi yang strategis dilihat dari sudut pandang balance cover di seluruh Indonesia," ucap Widodo di Mandarin Oriental, Jakarta, Selasa (28/2/2017).

Slot orbit 103 BT berada posisi tegak lurus di atas wilayah Padang dan Jambi, yang memungkinkan dijadikan pancaran atau beam signal dari satelit kepunyaan Unisat dapat benar-benar merata di seluruh Indonesia.

"Artinya satelit akan menyalurkan layanan broadband (internet cepat) di area sulit dijangkau dan terpencil di perbatasan dan pulau terluar," ungkapnya.

Diketahui, Unisat merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dalam pelayanan jasa satelit di Indonesia. Isinya diawaki oleh para profesional dan tenaga ahli di bidang persatelitian di Indonesia.

Sedangkan, Intersputnik adalah perusahaan dengan skala global yang berbasis dari Moskow, Rusia, di mana mereka memberikan layanan terpadu untuk seluruh aspek layanan jasa satelit di dunia.

Penandatanganan kerjasama dilakukan Unisat melalui President Directornya Widodo Mardijono dengan Intersputnik lewat CEO-nya Vadim Belov. Proses tersebut disaksikan langsung diantaranya Menkominfo Rudiantara, Menhub Budi Karya Sumadi, Duta Besar Rusia untuk Indonesia Mikhail Yurievich Galuzin, dan Ketua Mastel Kristiono. (fyk/fyk) (inet.detik.com)

Menkominfo: Tender 2,1 GHz dan 2,3 GHz Harus Rasional

 Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara mengimbau agar proses tender pita frekuensi 2,1 GHz dan 2,3 GHz dilakukan secara rasional. Pasalnya, tender blok kosong itu untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi operator seluler.

"Kita ini menolong operator yang choked (tercekik) di lima kota besar, itu saja. Nanti tendernya saya minta rasional. Kalau kita ingin bantu operator, kan cuma empat (operator) yang punya masalah (kepadatan)," ujar Rudiantara di Mandarin Oriental, Jakarta, Selasa (28/2/2017).

Lima kota besar yang dimaksud, meliputi Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya. Operator seluler mengalami kepadatan, sehingga dibutuhkan penambahan spektrum.

Mengenai blok kosong di 2,1 GHz yang hanya akan diberikan kepada satu operator saja untuk satu bloknya, Rudiantara mengungkapkan karena itu ditujukkan kepada operator yang mengalami kepadatan.

"Orang kita fokus congest bukan coverage. Kalau mau coverage nanti 700 MHz kalau selesai revisi Undang-Undang Penyiaran, baru bicara coverage," sebutnya.

Menkominfo juga menanggapi soal imbauan Ombudsman agar Kementerian Kominfo memberikan penomoran/kode akses hingga menerbitkan izin pita frekuensi 2,3 GHz selebar 15 MHz kepada PT Corbec Communication.

Dikatakan Rudiantara, dia melakukan tender sesuai dengan putusan dari Mahkamah Agung (MA). Putusan MA tidak menetapkan frekuensinya di mana, melainkan hanya memberikan nation wide license.

"Dan memberikan alokasi untuk Corbec, itu saja. Tender ini murni untuk kapasitas bukan coverage. Kalau Corbec itu kan pemain baru, itu berarti coverage, ini kan soal kapasitas," tutupnya. (rns/rns) (inet.detik.com)